Menghilang

Harlow.
2 min readJul 19, 2024

--

https://pin.it/Jr0dnLOpF

Bagaimana menghilang bisa jadi satu dari banyak hal yang selalu kunantikan?

Jika direnungkan kembali, ada saat di mana aku memilih untuk mengubur jiwaku hidup-hidup. Seperti recehan yang terkutuk, aku dikubur bersama sisa — sisa dosa dan nestapa.

Lalu, sehari setelah penguburan, semua berubah jadi suatu yang belum pernah kupelajari. Hidup ini rasanya seperti sulit dilakukan, namun aku selalu menantikan hari — hari berikutnya; entah untuk sepeser uang, satu menit pertemuan, atau sedikit waktu untuk menyeka kerinduan.

Ketika duduk di atas bongkahan batu, aku hanya berpikir tentang bagaimana bisa setiap sudut ruang selalu ada kesempatan untuk membunuh diriku sendiri.

Melompat, berlari, menyeberang jalan, hingga terdiam di pinggir trotoar, rupanya mampu mengambil hidupku lebih cepat. Entah mengapa, semua hal itu hanya berhenti di pikiranku saja dan tidak meleleh menjadi sebuah aksi.

Kembali lagi pada ucap-ucap kehilangan. Menghilang adalah caraku untuk bersyukur bahwa ternyata aku mencintai jiwaku. Menghilang rasanya seperti waktu-waktu yang terbuang digantikan dengan dengung harapan dan impian.

Menghilang adalah satu dari banyak hal yang kunantikan. Sebab sesekali menyadari kehidupan ini berdampingan dengan orang lain rasanya memuakkan. Aku malas berbasa-basi dan bersimpati, namun ‘menjadi manusia’ memaksaku untuk berbudi luhur.

Lantas, jika aku bahagiakan mereka, apakah bahagia bagiku akan tersesap juga?

Aku berjalan terlalu jauh; menghindari keramaian dan hiruk pikuk duniawi yang menyesakkan. Aku tidak berlari, namun langkahku tampak terlalu cepat kabur lagi.

Tertidur dalam gelap mengantarku pada sebuah mimpi yang tak terobati. Menangis di dalam tidurku jadi satu kebencian sebab aku jadi lemah dan rapuh. Aku jadi pecahan bebatuan yang beraroma air hujan mennyentuh tanah.

Aku tidak ingin berlari. Berjalan saja. Perlahan sembari melukis harapan. Setelah itu, aku akan berhenti berjalan. Menikmati waktu-waktu yang sempat terbuang menyisakan sedikit kesempatan untuk bersusah payah menyusun impian.

Menghilang, kataku setiap kali jiwaku remuk dan padam. Aku melenyapkan diriku sendiri demi berkutat dalam lubang trauma remang-remang. Aku berdiam di tengah ruang penyesalan, mengukir lantai dengan sedikit doa-doa. Doa bagi mereka yang menghilang, dan lebih baik lagi, berdoa bagi diriku yang tak kunjung hidup kembali.

--

--