Roman Picisan itu Kamu

Harlow.
2 min readSep 17, 2024

--

https://pin.it/2DGBsE7lo

Roman Picisan!

Seruku di depan wajahmu. Iya, kamu. Roman picisan. Sudah bertahun-tahun aku menjumpai kamu terjuntai di atas kasur. Tidur tak nyenyak, terjaga pun segan. Kamu hanya bisa terbaring di kasur empuk warna-warni bercorak bunga yang sesekali menulis puisi kampungan tak jelas siapa penerimanya.

Kamu duduk di atas kasur berharap surat-suratmu diterima Sang Kuasa dan berbalas kebaikan. Padahal, kamu tahu dengan jelas, Tuhan tidak akan melemparimu surat-surat balasan meski kau menulisnya dengan jiwa yang terbakar api cemburu.

Kamu hanya diam ketika surat-surat itu terbang bersama abu bakar mereka. Kamu tidak pernah mengakui bahwa sejatinya kamu lah si roman picisan itu. Roman picisan yang berharap dunia akan berbalik mencintaimu, mengirimkan ratusan surat cinta, hingga diciptakannya rumah yang kokoh untuk menikmati masa tua nanti. Kamu adalah satu dari banyaknya orang yang cinta akan napsu-napsu fiksi berbaur dengan ekspektasi di kepalamu.

Kamu tidak lelah, ya? Berpura-pura jadi seorang puitis yang nyatanya tak dipeluk oleh cinta. Menulis jutaan lembar puisi yang tak pernah kaukirim kepada “si penerima.”

Roman Picisan!

Sadarilah betapa jiwamu terluka sekarang. Surat-surat dan puisi-puisi itu tidak menerangkan jalan pikirmu. Mereka hanya hidup dalam kepalamu, sementara saja. Mereka hanya hinggap tanpa tujuan di dalam hatimu. Lalu, mereka akan mati, bersama tubuhmu yang kecil nan rapuh itu. Tubuh yang tak pernah dibasuh dengan air doa.

Tunjukkan saja puisi cintamu. Puisi yang kaubuat sembari menyaksikan rembulan purnama sempurna. Hidup yang menyesakkan kaubuat terlelap. Lalu, seketika itu juga puisimu terbakar panas doa dan harapan. Imajinasi yang tak kunjung padam. Kamu itu, sebatas roman picisan.

Balas suratku, wahai Roman Picisan! Bantu aku menyeberangi kata-kata indahmu yang tak berwujud itu. Bahagiakan aku dengan tangguhnya pundakmu menopang segala rusak dan sesal. Bacakan aku puisimu yang sarat akan luka dan dosa. Mereka tidak sempurna, tapi tubuhmu tersusun dari setiap bagian yang mereka punya.

Lenganmu dengan puisi di bulan Mei, hingga ibu jarimu yang hidup sebab puisi di bulan Oktober itu memberimu obat, atau gigimu yang diwarnai oleh putihnya puisi di bulan Januari. Jiwamu itu, benar adanya, Roman Picisan.

Serukan tarianmu, melalui puisi dan belati menancap di jantungmu. Berpindahlah seperti awan, pergilah sejauh bintang. Puisi-puisi cintamu telah kucuci, bersih dan wangi. Mereka siap untuk kaukorbankan. Berdirilah di sana, di atas bumi yang telah menelanmu hidup-hidup. Berdirilah tegak di atas kakimu. Sebab, kamu tahu, dunia ini bukan milikmu saja, dan kakimu lah yang memihak kepada cacian dan makian bagi puisimu yang telah layu.

Kau, Roman Picisan, tertawalah sebelum jiwa ini hilang.

--

--